Pembaca yang budiman, semoga Allah merahmati anda. Hujan adalah rezeki dari Allah.
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ
“(Allah lah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia lah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu ” (QS. Al Baqarah: 22).
Dan pada hakikatnya Allah lah yang telah menurunkan hujan, sebagaimana ditegaskan oleh ayat di atas dan banyak ayat lainnya. Bahkan semua manusia, yang mukmin maupun yang kafir mengakui bahwa Allah lah yang menurunkan hujan.
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ
“Katakanlah (kepada orang-orang kafir): “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”” (QS. Yunus: 31).
Dan Allah telah menjadikan hujan sebagai suatu kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh manusia seluruhnya. Hujan adalah bagian penting dalam menunjang kehidupan manusia.
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ
“dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan” (QS. Al Baqarah: 164).
وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا
“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak” (QS. Al An’am: 99).
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya” (QS. Al Hijr: 22).
Dan adakalanya Allah menahan hujan dari langit untuk menguji manusia.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah: 155).
Maka ketika ujian melanda manusia, kita mesti sadar bahwa Allah lah yang bisa menolong kita. Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ
“Jika Allah menimpakan suatu kesulitan kepadamu, maka tidak ada yang bisa menghilangkannya kecuali Dia” (QS. Al An’am: 17).
Demikian juga kesulitan berupa kekurangan air dan hujan. Sungguh hanya Allah lah yang kuasa menghilangkannya. Oleh karena itu Allah berfirman:
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ
Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (QS. Al Mulk: 30).
Jawabnya tentu: Allah Subhaanu wa Ta’ala.
Oleh karena itu kami susun sebuah tulisan ringkas mengenai fikih istisqa, yang merupakan bentuk upaya yang disyariatkan ketika terjadi musim kering berkepanjangan atau kesulitan air. Hakikat istisqa adalah perendahan diri kita sebagai hamba-Nya yang lemah, berdoa meminta pertolongan kepada Dzat yang satu-satunya yang berhak kita tujukan ist’anah, agar menghilangkan kesulitan kita.
Risalah ini kami ringkas dari kitab Shalatul Istisqa Fii Dhau-i Al Kitab Was Sunnah, karya Syaikh DR. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qahthani, dengan beberapa faidah tambahan yang kami ambilkan dari para ulama ahlussunnah.
Tulisan ini disusun seringkas mungkin, tanpa terlalu banyak menyebutkan khilaf-khilaf yang ada, namun tetap syarat ilmu dan faidah, insya Allah. Kami juga tidak merinci tata-cara shalat istisqa langkah-per-langkah, karena pada umumnya tata cara shalat istisqa sama sebagaimana shalat yang lainnya. Namun kami hanya sebutkan tata cara secara umum yang insya Allah tetap dapat dipahami pembaca tanpa harus merincinya langkah-per-langkah.
Kami juga berusaha berhujjah dengan dalil-dalil yang shahih. Beberapa dalil dari kitab aslinya yang lemah kami sebutkan bahwa hadits tersebut lemah, dalam penilaian ulama hadits abad ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullahu ta’ala. Seorang ulama yang dikenal sangat kredibel dalam penilaian shahih-dhaif sebuah hadits.
Demikian, semoga Allah menjadikan risalah ini bermanfaat bagi kami sendiri, menjadi pemberat timbangan amal kami di hari perhitungan kelak, dan juga bermanfaat bagi kaum Muslimin seluruhnya.
0 komentar:
Posting Komentar