ISTIQOMAH
Oleh: Ust. Imron Rosyid, Lc
(Definisinya,
hukumnya, Syaratnya, keutamaannya, sebab-sebab meraihnya, dan
penghalang-penghalangnya)
MUQADDIMAH
Segala puji dan
syukur kepada Allah yang telah memberikan hidayah kepada kita berupa kekuatan
untuk mengenal dan menjalankan islam. Shalawat dan salam teruntuk penghulu nabi
dialah Muhammad ﷺ
beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya dengan ihsan hingga akhir zaman.
Wahai saudara kaum
muslimin - semoga kita selalu dinaungi
oleh rahmat Sang Raja kehidupan -
Tiada kebahagiaan
bagi seorang hamba dibanding dengan petunjuk Rabbnya. Itulah Hidayah yang
menggerakkan hati untuk tunduk dan patuh dalam penghambaan.
Itulah taufiq yang membuat seorang hamba berjalan lurus satu arah menuju titik
kebahagiaan yang kekal abadi disyurganya, mengerahkan segala kekuatan serta apa
saja yang dimilikanya dalam berkorban demi keridhaanNya.
Namun waktu selalu
berubah dan musimpun silih berganti, akankah diri kita termasuk jiwa – jiwa
yang diberi keistiqamahan hingga pupusnya kehidupan?
Kenalkah kita dengan
sifulan yang dahulu sering kemasjid, duduk dimajelis dan mengaji, berjenggot
dan memakai celana cingkrang dengan aroma kasturi? kini bimbang dipersimpangan
menghirup asap rokok penuh dengan kegalauan …
Bukankah kita
saksikan sifulan bintang pelajar yang meraih puncak akademik hingga menjadi panutan? dibalikkan hatinya menjadi orang yang kufur
dan menentang aturan Tuhan.
Dari sini wahai
saudaraku…
Begitu pentingnya
kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan keistiqamahan, sebagai upaya
dalam menjaga dengan selalu memohon kepada dzat yang hati manusia berada
diantara jari jemariNya ﷻ.
DEFINISI ISTIQAMAH
Makna Istiqamah
secara bahasa (لُغَةً)
Istiqamah berasal
dari bahasa arab yang berakar pada sebuah kata قَ
وَ مَ yang memiliki dua makna
yaitu kumpulan manusia (kaum) dan Lurus. Jika dikatakan "قَامَ الشّيءُ وَاسْتَقَامَ: اِعْتَدَلَ وَاسْتَوَى" suatu yang tegak dan
istiqamah artinya adalah sesuatu yang lurus[1].
Adapun yang sesuai dengan pembahasan kita adalah makna kedua yaitu Lurus.
Makna Istiqamah secara istilah (اِصْطِلَاحًا)
Secara umum istilah "istiqimah" dipakai pada amalan positif yang
berkesinambungan, seperti "keistiqamahan dalam sholat malam, keistiqamahan
dalam bekerja dan lainnya yang bersifat positif. Karena sesuatu yang negatif
yang dilakukan secara terus menerus tidaklah dikatakan sebagai keistiqamahan,
melainkan israr (اِصْرَارٌ) yang lebih kepada pembangkangan. Contoh: jika dikatakan
"fulan istiqamah dalam merokok" maka penggunakan kata istiqamah
disini tidak tepat, karena merokok sesuatu yang negatif.
Asal dasar makna istiqamah adalah keistiqamahan
hati diatas tauhid [2] (اِسْتِقَامَةُ الْقَلْبِ عَلَى التَّوْحِيِدِ ). Yaitu Istiqamah dalam
mewujudkan konsekwensi syahadat laa ilaha illallah.
Maka ulamapun mendefinisikan istilah istiqamahan tersebut dengan beberapa
ungkapan, antara lain;
- Istiqamah adalah Konsisten diatas ketaatan kepada Allah ﷻ[3].
- Istiqamah adalah suatu jalan yang lurus dalam agama yang jauh dari
penyimpangan, yang mencakup seluruh ketaatan terhadap perintah dan larangan
Allah[4].
- Istiqomah adalah sebuah kalimat yang mencakup agama secara keseluruhan
yaitu berdiri dihadapan Allah dengan hakikat kejujuran dan kesetiaan
terhadap janji, yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan, kondisi dan niat[5].
Kesimpulan makna Istiqamah secara syar'i
Istiqamah adalah konsistensi seorang hamba dalam menjalankan syari'at Allah
ﷻ yang berasaskan keikhlasan dan
ittiba' (sesuai tuntunan rasulNya).
HUKUMNYA
Wajib hukumnya bagi seorang hamba untuk menjaga keistiqamahan, sebagaimana
yang telah Allah perintahkan kepada RasulNya, Allah ﷻ berfirman:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ
وَمَنْ تَابَ مَعَكَ
وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (112)
Artinya: Maka istiqamahlah engkau (Wahai Muhammad) dan siapa saja yang
bertaubat bersamamu sebagaimana telah diperintahkan, dan janganlah kalian
berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah maha melihat apa saja yang kalian
perbuat. (Q.S Hud:112)
Allah juga berfirman:
فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ (6)
Artinya: Maka istiqamahlah kalian dan mohonlah ampunanNya, dan celaka bagi
orang-orang musyrik.(Q.S Fushilat:6)
Rasulullahpun memerintahkan shahabatnya untuk selalu menjaga keistiqamahan,
sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits:
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِيِّ ، قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، قُلْ لِي فِي الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ ، قَالَ : قُلْ : آمَنْتُ بِاللَّهِ ، ثم اسْتَقِمْ.
Dari Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafiy berkata: Aku berkata kepada
Rasulullah: Wahai Rasulullah ... katakanlah kepadaku sebuah perkataan dalam
islam yang tidak akan aku tanyakan selain darimu, beliau bersabda:
"katakanlah: Aku beriman kepada Allah ﷻ, kemudian istiqamahlah!". (H.R. Muslim)[6]
Namun demikian, bukan berarti perintah istiqamah ini menuntut seorang untuk
sempurna dan terlepas dari kesalahan dan kehilafan, melainkan untuk selalu
berupaya mendekati keistiqamahan sesuai dengan kemampuannya[7],
Rasulullah bersabda:
سَدِّدُوا وَقَارِبُوا
Artinya: usahakanlah untuk tepat (sasaran) -kalau tidak maka- usahakan agar
mendekati (sasaran). (H.R. Bukhari 1/93 & Muslim 2816)
Dalam hadits ini terdapat dua perintah:
- Perintah untuk Sadad (اَلسَّدَادُ) yang merupakan hakikat istiqamah yaitu ketepatan pada
seluruh perkataan, amalan dan tujuan. Seperti seseorang yang memanah tepat
pada titik sasaran atau targetnya.
- Perintah untuk
Muqarabah (اَلْمُقَارَبَةُ ) mendekati target sasaran meski tidak tepat
dengan cacatan adanya kesungguhan hati untuk tepat mengenai sasaran.
Maksudnya adalah
jika kita belum sanggup untuk tepat atau sempurna (اَلسَّدَادُ) dalam
keistiqamahan, maka minimal kita berupaya
dengan kesungguhan hati untuk mendekati (اَلْمُقَارَبَةُ ) kesempurnaan dalam istiqamah
tersebut.
SYARAT KEISTIQAHAN
Sesuatu dapat dikatakan istiqamah jika memenuhi syarat-syarat berikut:
- Keimanan dan Ikhlas
Sesuatu dikatan istiqamah jika dilandasi dengan
keikhlasan hanya karena Allah semata, karena ikhlas itu sendiri merupakan
bagian makna istiqamah, Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوارَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اْستَقَامُوا (30)
Artinya: sesungguhnya orang-orang yang berkata Rabb kami
adalah Allah, kemudian mereka istiqamah ...( Q.S Fushilat:30 )
Ibnu Ktasir rahimahullah menafsirkan istiqamah disini
dengan keikhlasan, dalam tafsirnya berkata:
إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوارَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اْستَقَامُوا (30) أي: أَخْلَصُوْا الْعَمَلَ لِلَّهِ, وَعَمِلُوا بِطَاعَةِ اللهِ تعالى على مَا شَرَعَ اللهُ لَهُمْ.
"Kemudian mereka istiqamah
maknanya: kemudian mereka mengikhlaskan amalan untuk Allah ﷻ, dan melakukan ketaatan sesuai
dengan apa yang telah Allah syariatkan bagi mereka"[8].
Dari Abi Al'Aliyah:
الذين استقاموا على إيمانهم ذلك، فأخلصوا له الدين والعمل
Artinya: mereka yang istiqamah diatas keimanannya itu,
mereka ikhlas dalam beragama dan beramal[9].
Maka sebuah amalan yang tidak dilandasi dengan
keikhlasan, tidak bisa disebut dengan keistiqamahan meskipun dilakukan
sepanjung hidupnya.
Contohnya:
Orang yang melakukan ibadah terus menerus namun tercampur
dengan riya atau hal-hal yang membatalkan keikhlasan maka dia tidak disebut
orang yang istiqamah, melainkan orang yang tertipu oleh amalan yang terhapus
oleh riya atau semisalnya.
- Ittiba' (mengikuti tuntunan Rasulullah ﷺ ).
Syarat kedua agar amalan bisa dikatakan istiqamah adalah
ittiba', amalan itu harus sesuai dengan yang diperintah atau disyariatkan.
Dan inilah yang Allah perintahkan dalam firmanNya:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ
وَمَنْ تَابَ مَعَكَ
وَلَا
تَطْغَوْا
إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ (112)
Artinya: Maka istiqamahlah engkau (Wahai Muhammad) dan siapa saja yang
bertaubat bersamamu sebagaimana telah diperintahkan, dan janganlah kalian
berlebih-lebihan karena sesungguhnya Allah maha melihat apa saja yang
kalian perbuat. (Q.S Hud:112)
Maksud dari وَلَا تَطْغَوْا (jangan melampaui batasan) dari
apa yang diperintahkan dan dicontohkan oleh syariat. Maka ittiba' (mengikut
tuntunan rasulullah) merupakan syarat agar dapat dikatakan sebagai
keistiqamahan.
Maka seluruh amalan yang bermakna ibadah haruslah sesuai
tuntunan Rasulullah ﷺ, baru bisa dinamakan istiqamah,
jika tidak sesuai dengan tuntunan atau tidak ada dalil shahih sharih yang
menjelaskannya maka tidak bisa dinamakan istiqamah.
Contoh:
maka Seseorang yang melakukan kebid'ahan terus menerus
tidak bisa dikatakan istiqamah, melainkan sebuah pembamkangan dan penentangan
yang tiada henti.
Seandainya ada seseorang yang senantiasa merayakan ulang
tahun kelahiran nabi, maka tidak bisa dikatakan dia istiqamah dengan perayaan
ulang tahun nabi. Penggunaan istilah istiqamah disini tidak tepat, karena acara
tersebut tidak ada tuntunannya baik dizaman Rasulullah, Shahabat, Tabi'un,
Tabi'ut tabi'in dan generasi yang mengikutinya.
Faidah:
Bid'ah adalah amalan baru yang
dibuat mirip dengan syariat dan dipaksa dimasukkan supaya dianggap bagian dari
agama, padahal tidak ada tuntunannya dari Rasulullah, Shahabat, Tabi'un,
Tabi'ut tabi'in dan generasi yang mengikutinya.
Dan seluruh tokoh bid'ah itu selalu mencari-cari bahan dan memaksakan nash
tertentu untuk dijadikan dalil supaya amalannya diakui dan tidak disebut
bid'ah.
Maka ada sebuah kaidah masyhur yang membedakan antara ahlu sunnah dan ahlu
bid'ah:
"Ahlu sunnah berilmu dengan
dalil terlebih dulu, kemudian mengamalkan dalil tersebut. Sementara Ahlu bid'ah
melakukan amalan dahulu, kemudian mencari argumen untuk mempertahankan
perbuatannya."
KEUTAMAAN ISTIQAMAH
Istiqamah merupakan tingkat kesempurnaan yang dengannya diraih berbagai
kebaikan, siapa saja yang tidak istiqamah maka hilanglah segala apa yang
diusahakannya dan kegigihannya hanya melahirkan kekecewaan[10].
Banyak sekali fadilah keistiqamahan yang berpengaruh dalam kehidupan baik
dunia maupun akhirat, antara lain:
- Para Malaikat turun kepada orang yang istiqamah.
- Menguatkan mereka agar tidak ada takut dan sedih.
- Malaikat datang membawa kabar gembira berupa syurga.
- Malaikat menjadi wali-wali mereka didunia dan akhrat.
Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا
اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنزلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا
تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (30) نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ
وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ (31) نزلا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ (32(
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah
Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan
turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah
merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan
Allah kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu
dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu
inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (Q.S Fushilat: 30-32)
- Melapangkan rizki.
Allah ﷻberfirman:
وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى
الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا (16)
Artinya: dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap istiqamah
di atas jalan itu (agama Islam), sungguh Kami akan memberi minum kepada mereka
air yang segar (rezki yang banyak). (Q.S Al Jin: 16)
Tentang ayat yang mulia ini Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "yaitu
kami luaskan dunia bagi mereka"[11].
- Istiqamah menghantarkan seseorang kepada husnul khatimah.
Dengan keistiqahaman seseorang akan menutup hidupnya dengan khusnul
khatimah, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيْمِ
"Sesungguhnya amalan itu
tergantung pada akhirnya" . (H.R
Ibnu Hibban)[12]
7. Istiqamah
sangat dicintai oleh Allah ﷻ.
Rasulullah
ﷺ
bersabda:
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ
تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Artinya:
amalan yang paling dicintai Allah adalah yang
terus menerus (kontinyu) meskipun sedikit. (H.R Bukhari & Muslim)
BERSAMBUNG ( cara meraih keistiqamahan dan
penghalang-penghalang keistiqamahan)
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi
keistiqamahan.
[1] Lihat Kitab Ashihah Ismail bin Hammad Al
Jauhariy, Hal. 2017 Juz 5, Penerbit Darulilmi lilmalayin, Cetakan keempat 1407
H / 1987 M, Beirut.
Lihat
juga Muhammad bin Ya'kub AlFairuz abadiy, Al Qamus Al Muhith hal. 1487 juz 1.
Lihat
juga Ibnu Mandzur, Lisaul arab hal. 496 Jilid 12, Penerbit Darushadir Beirut,
Cetakan pertama.
[2] Lihat tafsir Jamiulbayan fi
ta'wililqur'an, Muhammad bin jarir bin yazid bin katsir bin ghalib Abu Ja'far
Ath-thabariy, hal. 464 Jilid 21, Penerbit Muassasah arrisalah, tahqiq Ahmad
Muhammad Syakir, Cetakan pertama 1420 H – 2000 M.
[3] Lihat Imam Nawawi, Riyadushalihin bab
istiqamah hal. 51, Penerbit Maktabah Mesir, Cetakan Pertama 1427 H / 2007 M.
[4] Lihat Ibnu Rajab, Jamiul ulumu
walhikam hal. 385, Tahqiq Thariq bin 'Awadullah bin Muhammat, Penerbit Dar ibnu
aljauzi cetakan ketujuh 1431 H, KSA.
[5] Lihat Ibnu Qayyim, Madarijussalikin hal.
105 jilid 2, tahqiq Muhammad Hamid Alfaqiy, Penerbit Darulkitab Al'arabiy
cetakan ke dua 1393 H/1973 M, Beirut.
[6] Abulhusain
Muslim bin Alhajjaj Alqusyairiy Annaisaburiy wafat 261 H, hal. 47, Cetakan 1334
H, Penerbit Daruljil Beirut.
[7] Lihat Syaik Utsaimin syarah
riyadushalihin hal.301 jilid pertama, Penerbit Dar ibn aljauziy, Cetakan
pertama 1428 H / 2006 M.
[8] Tafsir AlQur'anil'adzim Ibnu Katsir, hal.
178 Jilid keempat Penerbit Daruthayyibah - Riyadh, Cetakan pertama 1430H / 2009
M, tahqiq Samiy bin Muhammad Assalaamah.
[9] Lihat Tafsir Ath-Thabariy hal. 95 Jilid 7.
[10] Dicontoh dari perkataan abulqasim
alqusyairiy, syarah shahih muslim hal.284 jilid pertama, Penerbit darulhadits
Kairo, cetakan keempat, tahqiq 'Isham ashababitiy, Hazim Muhammad dan 'Ammad
'Amir.
[11] Lihat Tafsir Ibnu Katsir hal. 243 Jilid 5.
[12] Hal. 52 Jilid 2, Tahqiq Syuaib Al Arnauth,
Penerbit Muassasah Ar-risalah Beirut, cetakan kedua 1414 H/ 1993 M.
0 komentar:
Posting Komentar