10
KIAT MERAIH KE-ISTIQAMAH-AN
Ada beberapa cara yang haruslah dilakukan oleh
seorang hamba untuk bisa meraih keistiqamahan. Adalah Imam Ibnul-Qayyim
–rahimahullah- telah menjelaskan bahwa ada enam perkara yang bisa mewujudkan keistiqamahan, jika
kurang satu saja dari yang enam ini maka akan keluar dari keistiqamahan baik keluar
secara keseluruhan ataupun sebagian.
Beliau merincikan sebagai berikut, yaitu; amalan,
ikhlas, ittiba', kesungguhan, tidak berlebihan serta tidak menyepelekan, dan dengan
ilmu[1].
Mari kita perhatikan kiat-kita apa saja yang
bisa dilakukan guna meraih keistiqamahan.
1
Tauhid (Ikhlas mengesakan Allah ﷻdalam ibadah).
Diantara makna istiqamah adalah ikhlas[2],
dan Ikhlas akan menghantarkan seseorang kepada keistiqamahan dalam beramal,
siapa saja yang kehilangan ikhlas dalam dirinya maka sungguh langkahnya akan
terputus ditengah jalan. Karena syaitan memiliki misi yang sangat besar untuk
memalingkan manusia dari jalan keistiqamahan, Allah menceritakan hal itu dalam
firmanNya:
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17)
Artinya:
iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukumku tersesat, sungguh
aku akan (menghalang-halangi) mereka dari jalanMu yang lurus (jalan
keistiqamahan), kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan dan dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka dalam keadaan bersyukur. (Q.S Al A'raf: 16-17)
Allah ﷻ juga berfirman:
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40) قَالَ هَذَا صِرَاطٌ عَلَيَّ مُسْتَقِيمٌ (41)
Artinya: iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh
sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka
memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan
mereka semuanya. kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka".
Allah berfirman: "Ini adalah jalan yang lurus (keistiqamahan), kewajiban
Aku-lah (menjaganya). [Q.S Hijr: 39-41].
Maka tidak ada seorangpun yang bisa bertahan
diatas jalan yang lurus ini (istiqamah) kecuali orang-orang yang ikhlas mentauhidkan
Allah ﷻ dalam beribadah, karena inilah yang telah Allah janjikan pada
ayat diatas.
2
Ittiba' sunnah (mencontoh tuntunan Rasulullah ﷺ
dalam beramal)
Yaitu dengan mencukupkan amalan yang bermuatan
ibadah dengan apa yang telah dituntunkan oleh Rasulullah ﷺ kepada para sahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in dan yang
mengikutinya dengan baik hingga akhir zaman.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هذا مَا ليسَ مِنه فهو رَدٌّ
Artinya: Siapa
saja yang mengada-ada sebuah perkara dalam agama yang tidak ada asalnya dari
kami maka tertolak.
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا ليسَ عليهِ أَمْرنَا فهو رَدٌّ
Artinya: Siapa
saja yang melakukan amalan yang bukan perkara kami ( perkara agama yang tidak
ada tuntunan kami) maka tertolak[3].
Maka tiadalah
bisa diraih keistiqamahan tersebut sementara amalannya saja tertolak.
3
Kesungguhan dalam beramal.
Ketahuilah
bahwa untuk meraih keistiqamahan membutuhkan kesungguhan dalam beramal, untuk
inilah Allah ﷻ telah memerintahkan kita agar selalu tetap teguh beribadah
kepadaNya hingga akhir hayat, Allah ﷻ berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ (99)
Artinya:
"dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sebuah keyakinan".
Maksud
"yakin" disini adalah sampai datang kematian[4].
4
Tidak berlebihan dalam amalan dan
tidak meremehkannya.
Maksudnya
adalah sedang-sedang saja, tidak berlebih-lebihan dalam melakukan sebuah amalan (إِفْرَاطٌ) sehingga mendzalimi diri sendiri dan tidak
pula berlebihan dalam meremehkan amalan (تفريط ) sehingga mendzalimi syari'at. Karena inilah bagian dari makna
istiqamah yaitu I'tidal atau seimbang.
Yang pertama (tidak ifrath), Rasulullah ﷺ bersabda:
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Artinya: amalan
yang paling dicintai Allah adalah yang
terus menerus meskipun sedikit. (H.R Bukhari & Muslim)
Imam Nawawiy
–rahimahullah- memberikan catatan terhadap hadits yang mulia ini dalam
perkataannya:
وَفِيهِ الحثُ على المداومَةِ على العَملِ، وأن قليلَه الدائمَ خيرٌ من كثيرٍ ينقطع، وإنما كان القلِيْلُ الدائمُ خيراً من الكثيرِ المنقطع، لأن بدَوَامِ القليلِ تَدُومُ الطاعةُ والذكرُ والمُراقَبةُ والنيةُ والإخلاصُ والإقْبَالُ على الخَالق سبحانه وتعالى، ويُثْمِرُ القليلُ الدائمُ بحيث يزيد على الكثيرِ المنقطعِ أِضْعَافاً كثيرةُ
Pada hadits tersebut terdapat motivasi untuk selalu
konsisten dalam sebuah amalan, karena amalan yang sedikit namun berkelanjutan
itu lebih baik dari pada amalan yang banyak namun terputus. Karena amalan kecil
yang berkesinambungan itu akan membuahkan konsistensi dalam ketaatan, dzikir,
muraqabah, niat, ikhlas dan menghadap Allah [5]ﷻ, dan amalan kecil yang berkesinambungan itu buahnya akan
berlipat-lipat jika dibanding dengan amalan yang banyak namun terputus.
Yang kedua
(tidak tafrith), Rasulullah ﷺ
bersabda:
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Artinya: Sungguh janganlah pernah engkau
remehkan sekecil apapun dari kebaikan, meski hanya menatap saudaramu dengan
wajah yang berseri-seri. (H.R Muslim no.6857)
Karena sesungguhnya orang yang menganggap
remeh sebuah amalan, dia akan meninggalkannya dan tak mungkin istiqamah
diatasnya.
5
Tiada henti belajar ilmu agama.
Tidak
dipungkiri bahwa ilmu bagaikan cahaya yang menerangi jalan keistiqamahan. Bahkan
ilmu adalah sebuah jalan keistiqamahan yang
menghantarkan tujuan akhir seorang hamba
yaitu syurga.
Rasulullah
ﷺ:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طريقا إلى اْلجَنَّةِ
Artinya: Siapa saja yang
menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah ﷻ akan mudahkan
baginya jalan menuju syurga. (H.R Muslim, no. 2699)
Dan ilmu merupakan kunci dari seluruh kiat-kiat meraih
keistiqamahan. Bagaimana bisa seorang hamba menjaga keistiqamahannya jika dia
tidak mau mempelajari apakah istiqamah itu? hal-hal apa saja yang menghalangi
hamba untuk istiqamah menjalankan agama? Semua itu haruslah diawali dengan
mempelajarinya.
6
Berdo'a kepada
Allah agar diberi keistiqamahan.
Tidak ada cara yang paling utama melainkan memohon kepada Allah agar
menjaga keistiqamahan
kita, karena Allah lah yang membolak-balikkan hati manusia kapan saja Dia kehendaki,
sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
إِنَّ قُلُوبَ بَنِى آدَم كُلَّهَا بَيْنَ إصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحمَنِ كَقَلْبٍ وَاحدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثم قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلَّمَ:
Artinya: Sesungguhnya seluruh hati anak cucu adam seperti satu hati yang berada
diantara dua jari dari jemari Allah ﷻ yang akan
Allah bolak balikkan kapan saja Dia kehendaki, kemudian Rasulullah ﷺ bersabda:
"اَللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ"
"Ya Allah yang maha memalingkan hati kami, palingkanlah
hati kami diatas ketaatan kepadaMu". (H.R Muslim no. 2654)
Allah ﷻ mengajarkan do'a yang paling agung yang selalu kita baca
disetiap rakaat shalat:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)
Artinya: "tunjukilah kami kepada jalan yang lurus". (Q.S Al
Fatihah:6)
Ketahuilah bahwa
do'a adalah inti dalam setiap amalan. Rasulullah ﷺ bersabda:
اَلدُّعَاءُ هو الْعِبَادَةِ
Artinya: Do'a
adalah ibadah[6].
Dialah Alhasan
Albasriy jika membaca ayat إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اْستَقَامُوا) ), beliau berdo'a:
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبُّنَا فَارْزُقْنَا الْاِسْتِقَامَةَ
Artinya: Ya
Allah... Engkau adalah Rabb kami, maka berilah kami rezeki berupa keistiqamahan[7].
Didalam do'a terdapat
pengakuan seorang hamba akan kelemahan dan kebutuhannya kepada Rabbnya. Maka
mohonlah selalu kepadaNya hidayah dan keistiqamahan.
7
Memperbanyak bacaan dan tadabbur Al
Qur'an.
Secara umum Al
Qur'an adalah penuntun seorang hamba kepada jalan keistiqamahan, Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ ...(9)
Sesungguhnya Al
Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling Lurus ... (Q.S. Al
Isra':9)
Maka siapa saja
yang membacanya, mentadabburinya atau berusaha menghafalnya hingga hari-harinya
terhiasi dengan Al Qur'an, maka dia akan berjalan diatas keistiqamahan.
Dalilnya adalah Firman Allah ﷻ :
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ (27) لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ (28)
Artinya: Sungguh Al
Qur'an itu tiada lain adalah peringatan bagi semesta alam. (yaitu) bagi siapa saja
di antara kamu yang mau menempuh jalan keistiqamahan (lurus).
(Q.S. At Takwir:27-28)
Bacalah al Qur'an
setiap waktu, pasti kita akan rasakan ketenangan dan kekuatan untuk selalu beristiqamah.
8
Berteman dengan orang yang shalih.
Bertemanlah
dengan orang shalih yang bisa membantu kita untuk istiqamah. Ketahuilah
sesungguhnya teman yang baik adalah teman yang mengingatkan kita terhadap akhirat,
dan sesungguhnya teman yang buruk seperti pelaku maksiat dan semisalnya akan melalaikan
kita dari akhirat, sehingga merusak keistiqamahan agama kita.
Mari kita
perhatikan firman Allah ﷻ;
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (112)
Artinya: Maka
istiqamahlah engkau, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang
telah taubat beserta engkau dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Dia
Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Hud: 112)
Setelah Allah
memerintah kita untuk istiqamah sebagaimana ayat diatas, pada ayat berikutnya
Allah melarang kita dari sesuatu yang bisa menghilangkan keistiqamahan tersebut
yaitu bergaul dengan orang-orang yang dzalim, Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (113(
Artinya: dan
janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim* yang menyebabkan kamu
disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun
selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. (Q.S
Hud:113)
* Cenderung kepada orang yang zalim Maksudnya menggauli mereka serta meridhai
perbuatannya. akan tetapi jika bergaul dengan mereka tanpa meridhai
perbuatannya dengan maksud agar mereka kembali kepada kebenaran atau memelihara
diri, Maka dibolehkan[8].
Disini Allah ﷻ menggunakan kata kerja larangan (فعل النهي) dari kata ركن يركن yang artinya: bersebelahan[9],
dengan makna janganlah engkau berdampingan atau bergaul dekat dengan mereka.
Karena pergaulan sangatlah berpengaruh
kepada keistiqamahan agama seseorang.
Hingga Rasulullah
memberikan sebuah permisalan antara teman yang baik dan teman yang buruk,
beliau ﷺ bersabda:
وَ مثلُ الجَلِيسِ الصالحِ كمثلِ صاحبِ المِسْكِ إِنْ لَمْ يُصِبْكَ منه شيءٌ أصابَك مِنْ رِيْحِه و مثلُ جليسِ السُّوءِ كمثلِ صاحِبِ الْكِيْرِ إِنْ لمْ يصبْك من سَوَادِه أصابَك من دُخَانِهُ.
Artinya: Dan
permisalan teman yang baik itu seperti berteman dengan pemilik parfum, engkau
akan mendapatkan wanginya meskipun kau tak mendapatkan parfumnya. Dan
permisalan teman yang buruk itu seperti berkawan dengan penempa besi, meski tak
terkena hitam (angusnya) maka kau akan terkena asapnya[10].
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
Artinya:
Seseorang itu berada diatas agama sahabatnya (khalil), maka hendaklah kalian
lihat siapa yang bersahabat dengan kalian. H.R Ahmad no. 8417 , Al Baihaqiy no.
9436[11].
Makna
"khalil" secara bahasa adalah sahabat dekat yang penuh kasih sayang,
yang seseorang sangatlah membutuhkannya[12].
Sungguh betapa
banyak orang yang tidak mampu berjalan diatas keistiqamahan hanya karena disebabkan
pergaulan dengan kawan yang buruk. Maka hindarilah bergaul dengan mereka,
karena tidak ada yang menjamin hati kita
untuk teguh dari pengaruh keburukan syaitan dari kalangan jin dan manusia.
9
Memperbanyak dzikir (menyebut dan
mengingat Allah).
Ketahuilah
bahwa diantara cara syaitan dalam memalingkan hamba dari keistiqamahan adalah
dengan membuat kita lupa dari dzikir. Allah ﷻ telah mengabarkan
kepada kita dalam firmanNya:
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ (19)
Artinya: syaitan
telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka
Itulah golongan syaitan. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya golongan syaitan Itulah
golongan yang merugi.(Q.S Almujadilah:19)
Berhati-hatilah
kita, untuk selalu berdzikir kepada Allah ﷻ karena sesungguh
orang yang lupa untuk berdzikir kepada Allah adalah salah satu tanda telah
dikuasai oleh syaithan. Dan ketahuilah bahwa seluruh maksiat dan keburukan yang
kita lakukan tidak lain karena kita sudah dikuasai syaitan dan lupa mengingat
Allahﷻ.
Faidah:
Dan berdzikir
disini bisa dilakukan dengan hati maupun dengan lisan[13],
dan sebaik baik dzikir yaitu dilakukan dengan hati dan lisan secara bersamaan.
Namun jika tidak memungkinkan untuk menggabungkan antara dzikir lisan dan hati
secara bersamaan maka dzikir dengan hati lebih utama dari pada lisan. Dan
janganlah kita enggan berdzikir dengan
lisan dan hati hanya karena takut disangka riya. Tetaplah berdzikir dengan
mengharap wajah Allah ﷻ
[14].
10 Menjaga lisan.
Lisan merupakan
penerjemah yang mengungkapkan keadaan hati. Ketahuilah jika lisan istiqamah
(lurus) maka itu pertanda bahwa hati nya istiqamah atau lurus. Rasulullah ﷺ:
إذا أصبح ابن آدم فإن الأعضاء كلها تكفر اللسان, فتقول: اتق الله فينا, فإنما نحن بك, فإن استقمت استقمنا وإن اعوججت اعوججنا.
Artinya: Jika anak cucu
Adam memulai paginya, seluruh anggota badan akan mengingkari lidah seraya
berkata: Wahai lidah bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya kami bersamamu.
Jika engkau istiqamah atau lurus maka kamipun istiqamah, dan jika engkau
menyimpang maka kamipun menyimpang. (H.R Tirmidziy no. 2407)
Dan telah diriwayatkan
dalam hadits bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
قل آمنت بالله ثم استقم, قلت: فما أتقي ؟ فأومأ إلى لسانه
Artinya: Katakanlah aku
beriman kepada Allah ﷻ kemudian istiqamahlah! Akupun
berkata: lalu apa yang harus aku jaga? Maka beliau mengisyaratkan kepada
lisannya. (H.R Ahmad)
Faidah:
Untuk menjaga
keistiqamahan haruslah dengan menjaga lisan. Rasulullah ﷺ bersabda:
لا يستقيم إيمان عبد حتى يستقيم قلبه, ولا يستقيم قلبه حتى يستقيم لسانه
Artinya: iman seorang
hamba tidak akan istiqamah (lurus) sampai istiqamah hatinya, dan hatinya tidak
akan istiqamah sampai lisannya istiqamah. (H.R Ahmad)
Allahu ﷻ A'lam, semoga bermanfaat dan kita
selalu diatas keistiqamahan, wa sallallahu 'ala nabiyina Muhammadin wa alihi wa
shahbihi ajma'in walhamdulillahi rabbil'alamin.
BERSAMBUNG (bagian akhir
Penghalang keistiqamahan)
[1]
Lihat Madarijussalikin, Ibnul Qayyim, Hal. 107 jilid 2, Penerbit Darulkitab Al
arabiy, Beirut Cetakan kedua 1393 H – 1973 M, tahqiq Muhammad Hamid alfaqiy.
[2]
Lihat Tafsir AlQur'anil'adzim Ibnu Katsir, hal. 178 Jilid keempat Penerbit
Daruthayyibah - Riyadh, Cetakan pertama 1430H / 2009 M, tahqiq Samiy bin
Muhammad Assalaamah.
[3] Hadits riwayat Bukhari no. 2697 dan Muslim
no. 1718.
[4] Lihat tafsir Al Qur'an Al 'Adzim Ibnu
Katsir, Hal. 553 jilid 3, Penerbit Daruthayyibah Riyadh-KSA, Cetakan pertama
1430 M-2009 M. tahqiq Samiy bin Muhammad Assalamah.
[5] Syarah shahih muslim, Imam Nawawiy,
bab keutamaan amalan yang berkelanjutan, hal.331 jilid 3, Penerbit darulhadits
Kairo, cetakan pertama 1415 H – 1993 H, tahqiq 'Isham ashababitiy, Hazim
Muhammad dan 'Ammad 'Amir.
[6] Shahih ibnu majah no. 3818, shahih abu
dawud no. 1329 oleh Syaikh Albaniy.
[7] Lihat Jamiul ulumu walhikam, Ibnu
Rajab hal. 384 Penerbit Dar ibnul jauziy KSA, cetakan ke 9 tahun 1431 H, Tahqiq
Thariq bin awadallah bin Muhammad.
[8] Terjemahan makna alQur'an, Mujamma' Al
Malik Fahd Lithiba'at Al Mushaf, hal. 344.
[9] Lihat Mufradat alfadz alQur'an, Ar Ragib
Al Asfahaniy, hal.415 Penerbit Darulqalam, Dimasyqus.
[10]
Lihat Shahih aljami' ashaghir, Syaikh Albani, hal. 1016 jilid 2, Penerbit Almaktab Al Islamiy, Beirut Cetakan
ketiga 1408 H/1988 M.
[11] Musna Imam Ahmad Hal. 142 jilid 14
Penerbit Muassasah Arrisalah cetakan kedua 1420 H/1999 M, Tahqiq Syuaib arnuth
dll.
Syuabul
iman, Imam Albaihaqiy hal. 55 jilid 7 Penerbit Darulkutub al ilmiyah Beirut.
Cetakan pertama 1410 H / 1989 M. Tahqiq Muhammad Assaid basiyuniy Zaglul.
[12] Lihat Mukhtarushihah, Muhammad bin Abi
bakr bin Abdilqadir Ar-Raziy, hal. 196 jilid 1, Penerbit Maktabah Lubnan
Nasyirun – Beirut, cetakan pertama 1410 H / 1995 M, tahqiq Mahmud Khatir.
[13]
Lihat Tafsir fathulqadir Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani, hal.253
jilid 4, Penerbit Maktabah Arrusydi Riyadh – KSA, cetakan keenam 1430 H/2009 M.
[14]
Lihat Shahih Adzkar An Nawawiy, Syaikh Salim bin 'Id Alhilaliy, hal. 17
Penerbit Darulmanhaj Kairo, Cetakan pertama 1426H/2004M.
0 komentar:
Posting Komentar