Makna Istilah Tanah Haram dan Bulan Haram?
Mengapa disebut tanah haram atau bulan haram? Bukankah kata
‘haram’ itu sesuatu yang tidak baik.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kata haram, memiliki dua akar kata yang berbeda.
Pertama, Kata haram [حرام]
diturunkan dari kata haruma – yahrumu [حَرُمَ –
يَـحْرُمُ] yang artinya terlarang, terlarang untuk dilakukan (al-mamnu’
min fi’lih). (al-Mu’jam al-Wasith)
Kedua, kata haram ditarik dari kata al-ihtiram, yang
artinya kehormatan (al-Mahabah).
Dalam al-Misbah al-Munir dinyatakan,
والحرمة بالضم ما لا يحل انتهاكه والحرمة المهابة وهذه اسم من
الاحترام مثل : الفرقة من الافتراق
Kata al-Hurmah (haram) artinya sesuatu yang tidak boleh
dilanggar. Kata al-Hurmah juga diartikan al-Mahabah (kehormatan). Diturunkan
dari kata al-Ihtiram. Seperti kata al-Furqah dari al-Iftiraq. (al-Misbah
al-Munir, 2/357)
Sekalipun asal katanya berbeda, namun sebenarnya memiliki
keterkaitan. Sesuatu yang terlarang disebut haram, karena jika itu dilakukan,
berarti melanggar kehormatan orang yang melarang.
Allah melarang banyak hal dalam syariatnya, salah satunya
dalam rangka menjaga kesucian syariat dan kehormatan dirinya. Karena jika orang
melanggarnya, dia akan terjerumus dalam kenistaan dan kehinaan.
Tanah
Haram
Dari keterangan di atas, kita bisa memahami makna dari
istilah tanah haram. Dia disebut tanah haram, karena ada banyak aturan yang
tidak boleh dilanggar.
Dalam al-Misbah al-Munir dinyatakan,
والبلد الحرام أي لا يحل انتهاكه
“Tanah haram, artinya tanah yang tidak halal untuk
dilanggar.” (al-Misbah al-Munir, 2/357)
Ini sesuai dengan firman Allah,
إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَٰذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي
حَرَّمَهَا وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ ۖ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini
(Mekkah) Yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu,
dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”(QS.
An-Naml: 91)
Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebutkan rahasia penamaan Mekah dengan tanah haram,
إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ
وَالأَرْضَ ، فَهْوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ،
وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لأَحَدٍ قَبْلِى ، وَلَمْ يَحِلَّ لِى
إِلاَّ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ
“Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari
penciptaan langit dan bumi. Dia adalah kota suci dengan dasar kemuliaan yang
Allah tetapkan sampai hari Kiamat. Belum pernah Allah halalkan berperang di
dalamnya, sebelumku. Dan Allah tidak halalkan bagiku untuk memerangi
penduduknya, kecuali beberapa saat di waktu siang (ketika Fathu Mekah).
Selanjutnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan
hukum yang berlaku, sebagai konsekuensi Allah jadikan tanah ini sebagai kota
haram. Beliau bersabda,
فَهْوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ؛ لاَ
يُعْضَدُ شَوْكُهُ ، وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهُ ، وَلاَ يَلْتَقِطُ لُقَطَتَهُ
إِلاَّ مَنْ عَرَّفَهَا ، وَلاَ يُخْتَلَى خَلاَهُ
Dia haram dengan kemuliaan yang Allah berikan, sampai hari
kiamat. Tidak boleh dipatahkan ranting pohon-nya, tidak boleh diburu
hewannya, tidak boleh diambil barang hilangnya, kecuali untuk diumumkan, dan
tidak boleh dicabut rerumputan hijaunya. (HR. Bukhari 3189 & Muslim
3289)
Bulan
Haram
Bulan haram ada 4: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan
Shafar. 3 bulan berturut-turut: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, dan satu
bulan sendirian, yaitu bulan Rajab. Tiga bulan berurutan adalah bulan haji.
Selama bulan haram, masyarakat tidak diperkenankan melakukan
peperangan. Dalam rangka memberi jaminan keamanan bagi masyarakat yang hendak
menunaikan ibadah haji.
Sementara bulan rajab adalah bulan umrah. Selama satu bulan
ini, mereka wajib memberi suaka kepada yang hendak berangkat umrah.
Allah melengkapi kemuliaan tanah suci, dengan Allah tetapkan
adanya bulan suci. Sehingga semua aktivitas ibadah di tanah suci mendapat
jaminan aman.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي
كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua
belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS.
at-Taubah: 36)
Dalam hadisnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,
apa saja 4 bulan haram itu.
Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ
وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ،
ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ،
وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah
menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya
ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah,
Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak
antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari 3197 dan Muslim 1679)
Bulan ini disebut bulan haram karena 4 bulan ini memiliki
keistimewaan khusus. Dan di sana ada aturan yang tidak boleh dilanggar.
Diantaranya, larangan untuk melakukan perang.
Allahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar