DEFINISI FIQIH
(تَعْرِيْفُ اْلفِقْهِ)
Makna fiqih secara bahasa ( لُغَةً )
Fiqih اَلْفِقْهُ ) ) dalam bahasa arab berasal dari beberapa kata bentukan sebagai
berikut:
-
فَقِهَ – يَفْقَهُ : artinya adalah فَهِمَ yaitu memahami.
- فَقَهَ – يَفْقُه : artinya adalah غَلَبَ فِي الْعِلْمِ yaitu mengungguli dalam sebuah ilmu.
- فَقُهَ – يَفْقُهُ : artinya adalah صَارَ فَقِيْهًا, عَالِمًا yaitu menjadi seorang yang faqih atau berilmu[1].
Dari sini
ulama bahasa mendefinisikan makna fiqih dengan pengertian yang berbeda-beda.
1.
Ismail Ibn Hammad Al-Jauhariy –rahimahullah- wafat
393 H, dalam kitabnya menjelaskan bahwa:
2. Abul
hasan Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariya Al-Qozwain (Ibnu Faris) –rahimahullah- wafat
tahun 395 H, menjelaskan dalam kitabnya:
اَلْفَاءُ والْقَافُ والْهَاءُ أَصْلٌ وَاحِدٌ صَحِيْحٌ،
يَدُلُّ عَلَى إِدْرَاكِ الشَّيْءِ وَالعِلْمِ بِهِ))
"Huruf
ف, ق, ه adalah asal shahih yang menunjukkan akan
pengetahuan sesuatu ".
وَكُّلُّ عِلْمٍ بِشَيْءٍ فَهُوَ فِقْهٌ)) "Dan seluruh ilmu
(pengetahuan) terhadap sesuatu disebut fiqih"[3].
3. Al-Hasan
Ibn Muhammad Ibn Mufadhdhal yang dikenal dengan Ar-Ragib Al-Asfahaniy
–rahimahullah- wafat 502 H, menjelaskan dalam kitabnya:
الفقه: هُوَ التَّوَصُّلُ
إِلَى عِلْمٍ غَائِبٍ بِعِلْمٍ شَاهِدٍ))
"Fiqih adalah sebuah penghubung menuju ilmu ghaib dengan
perantara ilmu yang bisa dinalar oleh panca indra"[4].
Maksudnya adalah sebuah
pemahaman atau pengetahuan yang bisa membawa seseorang untuk memahami hakikat
sesuatu yang ghaib seperti i'tiqad atau keyakinan.
Contohnya: Orang yang
beriman adalah orang yang faqih (faham) terhadap ilmu yang nampak oleh mata
yang bisa didengar oleh telinga seperti alqur'an hadits dan lainnya yang semua itu
dilihat oleh iman mereka sehingga menghantarkan mereka kepada keyakinan
terhadap hal ghaib seperti keyakinan terhadap rukun iman dan lainnya.
Namun lain halnya
dengan orang munafiq yang tidak faqih (faham) dengan ilmu yang datang kepada
mereka baik berupa ayat-ayat yang dibacakan maupun kejadian yang disaksikan,
sehingga mereka tidak dapat memahami hakikat iman yang merupakan perihal ghaib
atau tidak tampak.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala:
فَمَا لِهَؤُلَاءِ
الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا [النساء/78]
Artinya: Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik)
Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (Q.S An-Nisa':78)
وَلَكٍنَّ الْمُنَافِقِيْنَ
لَا يَفْقَهُوْنَ [المنافقون/7[
Artinya: "tetapi orang-orang munafik itu tidak
memahami" (Q.S Almunafiqun:7).
Kesimpulan definisi fiqih secara bahasa:
Dari paparan beberapa ulama ahli bahasa diatas maka bisa
kita simpulkan makna fiqih jika tinjau dari segi bahasa adalah "Faham
atau Mengerti" terhadap sesuatu secara umum. Jika ada yang mengatakan
"sifulan Faqih dalam hal ini, berarti sifulan Faham dalam hal
ini".
Makna fiqih secara istilah (اِصْطِلَاحًا)
Adapun makna fiqih
jika ditinjau secara istilah, Ulama mendefinisikan sebagai berikut;
1.
) اَلْفِقْهُ اَلْعِلْمُ الدِّيْنِيَّةُFiqih adalah Ilmu
agama).
Yaitu ilmu agama yang mencakup ilmu fiqih, aqidah, akhlak,
ibadah dan muamalah secara umum. Definisi ini mashur pada masa awal
perkembangan ilmu fiqih. Diantara ulama yang mendefinisikannya adalah Imam Abu
Hanifah, Sehingga beliau menulis kitab yang diberi judul Al Fiqhu Al Akbar ( اَلْفِقْهُ اْلأَكْبَرُ ) padahal
kitab tersebut adalah kitab aqidah.
2.
اَلْفِقْهُ الْعِلْمُ بِالْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ
الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيلِيَّة
(Fiqih adalah Ilmu tentang hukum-hukum syariat[5] dan
pengamalan yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci).
Definisi ini lahir seiring berkembangnya zaman dan
keilmuan hingga Fiqih menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari ilmu
lainnya dari ilmu aqidah, ibadah, muamalah, akhlak dan lainnya. Definisi ini
disandarkan kepada Imam Syafi'i yang kemudian menjadi masyhur dikalangan ulama
setelahnya[6].
Penjelasan definisi ( الْفِقْهُ الْعِلْمُ - بِالْأَحْكَامِ – الشَّرْعِيَّةِ –
الْعَمَلِيَّةِ – الْمُكْتَسَبِ - مِنْ أَدِلَّتِهَا – التَّفْصِيلِيَّةِ).
Untuk lebih memahami makna fiqih secara istilah diatas
mari kita rinci definisi tersebut kata perkata.
1.
الْأَحْكَامِ (Ahkam) adalah bentuk jamak dari hukum,
Yang dimaksud hukum
disini adalah penetapan ataupun peniadaan suatu perkara.
contoh:
-
" Shalat lima
waktu adalah wajib " maka ungkapan
ini merupakan penetapan akan wajibnya shalat.
-
" bersiwak itu
tidak wajib" maka perkataan ini merupakan peniadaan/penafian wajibnya siwak.
2.
الشَّرْعِيَّة (Syar'iyah) adalah
sesuatu yang dipahami berdasarkan syariat, karena hukum terhadap sesuatu ada
yang dilandaskan berdasarkan akal, panca indra dan syariat .
Contoh:
-
Yang berdasarkan akal:
jika kita katakan " empat adalah separuhnya delapan " ungkapan ini dapat
dihukumi oleh akal.
-
Yang berdasarkan panca
indra: jika kita katakan " api itu panas dan es itu dingin "
ungkapan ini dapat dihukumi oleh peraba atau panca indra.
-
Yang berdasarkan syariat:
seperti wajibnya shalat, tidak wajibnya siwak. Maka yang demikian dihukumi oleh
syariat.
3.
الْعَمَلِيَّةِ (amaliyah) adalah perbuatan.
Amaliyah merupakan bagian dari syariat yang
berkaitan dengan perbuatan hamba seperti wajibnya shalat, mubahnya jual beli.
Kata "amaliyah" inilah yang menjadi kunci pengikat pada definisi
diatas, sehingga terpisah dari ilmu akidah, ahlak, dan lainnya.
4.
الْمُكْتَسَبِ (almuktasab) yang diperoleh.
Maksudnya adalah hukum-hukum syariat amaliyah
tersebut diperoleh dengan dasar atau landasan.
5.
اَلْأَدِلَّةُ(adillah
bentuk jamak dari dalil).
Maksudnya
adalah sesuatu yang bisa menghantarkan seseorang kepada apa yang dia tuju
sebagai pembenaran dalam dasar pijakannya terhadap sebuah perkara.
Misalnya, Sabda Rasulullah كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ seluruh yang memabukkan itu haram[8], maka
Sabda Beliau Adalah dalil atau sesuatu yang menunjukan pembenaran akan haramnya
sesuatu yang memabukkan[9].
6.
التَّفْصِيلِيَّة (terperinci).
Misalnya, jika kita katakan: syarat sahnya wudhu adalah niat, dengan dalil "إنما الأعمال بالنيات" . Disini kita telah jelaskan sebuah hukum niat
dan telah kita sebutkan dalilnya dengan rinci.
Namun
jika kita berkata: siapa saja yang beramal, sementara syaratnya tidak terpenuhi
maka amalannya batil, karena Rasulullah bersabda: "siapa saja yang
melakukan amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka tertolak", pembahasan
Ini lebih cenderung kepada usul fiqih, karena berhubungan dengan ungkapan yang
bersifat umum yang merupakan bagian dari kaidah fiqhiyah[10].
Kesimpulan definisi
fiqih secara istilah:
Fiqih adalah Salah
satu cabang ilmu agama yang mempelajari tentang hukum-hukum syariat dan
pengamalannya yang didasari dengan dalil yang rinci, seperti hukum bersuci,
shalat, zakat, puasa, haji dan lainnya.
Sehingga fiqih
merupakan ilmu yang berdiri sendiri dari ilmu lainnya seperti;
-
Keyakinan kepada Allah,
iman, tauhid, pembatal keislaman, kesyirikan dan semisalnya maka ini masuk
kedalam ilmu Aqidah.
-
Menjaga lisan, tutur
kata, tingkah laku yang baik, menghormati tamu tetangga dan semisalnya maka ini
masuk kedalam ilmu adab atau akhlaq.
Allahu A'lam, semoga
bermanfaat bagi kita sekalian, Wa shallallahu 'ala nabiyina Muhammadin wa 'ala
alihi washahbihi ajma'in. Walhamdulillahi Rabbil 'Alamin.
[1] Muhammad Ibn Ya'qub Al-Fayruz Abadiy
–rahimahullah- wafat tahun 817 H, Alqamus Almuhith hal.1614 jilid 1.
[2] Lihat kitab beliau asshihah taju
allughah wa shihah al'arabiyah hal. 91 jilid 6. Tahqiq ahmad abdulghafur 'athar.
Penerbit darulilmi lilmalayin Beirut.
[3] Lihat kitab beliau Maqayisullughah hal.
442 jilid 4, tahqiq Abdussalam Muhammad Harun, Penerbit darul fikr Cetakan 1399
H – 1979 M.
[4] Lihat kitab beliau Mufradat alfadzulqur'an
hal. 201 jilid 2 Penerbit darunasyr/darulilmi
damaskus.
[5] Seperti pembahasan tentang bersuci,
shalat, zakat, nikah, jihad dll.
[6] Lihat Al Fiqhu Al Islamiy wa adillatuha,
Prof. Dr. Wahbah Azzuhailiy. Hal. 31 juz 1, Penerbit Darulfikr 2008 M.
[7] Sebagaimana dikatakan oleh Imam
Alharamain Abdulmalik bin Abdillah bin Yusuf Al Juwainiy Asy Syafi'i dalam
kitabnya Al Waraqat.
[8] Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim no.
2003.
[9] Lihat syarhu Alwaraqat, Abdullah bin
Shalih Alfauzan hal. 54 Penerbit Darulmuslim, Cetakan 3 1424 H/2003 M, Riyadh
KSA.
[10] Lihat syarah al usul min ilmi al usul,
Syaikh Muhammad bin Shalih bin 'Utsaimin, hal. 18 cetakan ke1 penerbit Darul
'aqidah, Iskandariya – Kairo.
0 komentar:
Posting Komentar